top of page

transit#3: Horison

30 Oktober –
22 November 2015

Ruang B & Ruang Sayap,
Selasar Sunaryo Art Space

Pameran Seniman Residensi: Aliansyah Caniago, Fika Ria Santika, Iabadiou Piko, Kara Andarini



Pembukaan Pameran:
Jumat, 30 Oktober 2015
19.00 Amphiteater

Wicara Seniman:
Sabtu, 31 Oktober 2015
15.00 Bale Handap


07.jpg

Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) mengundang Anda untuk menghadiri pembukaan transit#3, pameran seniman residensi: Aliansyah Caniago, Fika Ria Santika, Iabadiou Piko dan Kara Andarini. Pameran ini menampilkan karya-karya mereka selama proses residensi transit#3 yang berlangsung April hingga Juni 2015 lalu.


"Selasar Sunaryo Art Space kembali menyelenggarakan program transit. Pada penyelenggaraannya yang ketiga, transit telah melahirkan sebuah model residensi yang baru. Melalui keterlibatan fasilitator, selain mendapatkan penajaman gagasan, para seniman pemukim juga mendapatkan kekayaan pengetahuan kesenirupaan. Pameran ini merupakan presentasi hasil proses residensi tersebut. Periode “transit” ini memberi mereka horison atau cakrawala kesenimanan baru yang dapat menunjukkan segenap potensi mereka."



topi naga - 2017.jpg
Berbekal hal tersebut transit#3 menyeleksi seniman pemukim dengan beberapa pertimbangan. Para seniman tidak hanya diseleksi berdasarkan rekam jejak kekaryaan, melainkan juga sejauh mana para kandidat membutuhkan infrastruktur residensi transit untuk memperkaya pengetahuan mereka sebagai seniman. Dengan kata lain transit#3 memilih seniman muda yang memiliki potensi sebagai insan pembelajar yang masih dapat menerima pengayaan-pengayaan kekaryaan yang baru. Pertimbangan berikutnya adalah bagaimana memilih seniman yang memiliki potensi kekaryaan menarik namun belum mendapatkan perhatian yang cukup oleh medan seni rupa kontemporer Indonesia. Pertimbangan terakhir adalah bagaimana sebisa mungkin seniman-seniman yang terpilih ini mewakili medium kekaryaan yang berbeda.

SSAS kembali menyelenggarakan residensi transit. transit#3 – mengacu pada penyelenggaraannya yang ketiga – dilaksanakan selama 3 bulan (April-Juni 2015). Selama masa residensi, para seniman mendapatkan fasilitas Rumah Bambu sebagai tempat tinggal dan Bale Tonggoh sebagai studio. Hasil akhir transit#3 adalah pameran bersama yang akan diselenggarakan pada Oktober 2015 di SSAS. Seniman residensi transit#3 adalah Aliansyah Caniago (Bandung), Fika Ria Santika (Bukittinggi), Iabadiou Piko (Prabumulih), Kara Andarini (Jakarta).

Mereka yang mengikuti transit adalah seniman-seniman muda Indonesia yang diundang melalui mekanisme rekomendasi dari para seniman, kritikus dan kurator seni rupa. Mereka selanjutnya akan berperan sebagai fasilitator yang akan mendampingi para seniman selama masa residensi. Secara intensif tim fasilitator ini melakukan dialog dan kunjungan ke studio, untuk membantu para seniman membuka kemungkinan-kemungkinan dan merumuskan gagasan baru.

transit diinisiasi SSAS pada 2011. Dirancang sebagai kegiatan reguler 2 tahunan, residensi ini diharapkan menjadi semacam persinggahan bagi seniman-seniman terpilih menuju proses kekaryaan yang lebih kaya dan eksploratif.


Aliansyah Caniago atau Alin (lahir di Tangerang, 1987) kendati lulus dari studio seni lukis, belakangan acapkali mengerjakan karya-karya performans yang banyak mengangkat persoalan sosial dan ekologi. Selama menjalani residensi transit#3 Alin mengerjakan proyek Seni Kon(tra)septual. Proyek ini dimulai ketika Alin melihat kondisi lukisan-lukisan yang menumpuk dan terbengkalai di gudang Studio Seni Lukis FSRD ITB. Lukisan-lukisan hasil studi mahasiswa ini dengan beberapa alasan tidak kembali kepada pemiliknya. Secara berkala pengelola studio seni lukis ini melakukan pembersihan gudang. Lukisan-lukisan tersebut biasanya dibuang ke tempat sampah, dimusnahkan dengan cara dibakar atau dijual ke pasar loak. Sebagai lulusan Studio Lukis, fenomena ini berlawanan dengan pemahaman Alin, di mana saat belajar praktik dan sejarah seni lukis dulu ia diajarkan untuk menghargai lukisan sebagai karya seni. Dalam proyek ini secara menarik dan khas Alin mengerjakan semacam praktik “pengarsipan” lukisan-lukisan tersebut. Proyek Seni Kon(tra)septual menguji cara-cara pandang kita dalam menerima “kesepakatan sosial/kultural melalui legitimasi praktik, ruang dan pengetahuan tentang seni.”

Fika Ria Santika (lahir di Bukittinggi, 1987) menjelajahi gagasan tentang selubung saat menjalani residensi transit#3. Bereksperimentasi menggunakan material yang dapat memantulkan cahaya, ia menciptakan semacam kostum yang ia kenakan di beberapa ruang publik di Bandung dan Yogyakarta. Tegangan hadir saat Fika ditatap oleh banyak orang dan di saat yang sama tatapan mata mereka juga dipantulkan oleh kostum Fika yang terdiri dari cermin-cermin akrilik bulat seragam ukuran. Cermin-cermin bulat itu juga memantulkan bayangan penatap secara berulang dan meninggalkan pengalaman yang intimidatif. Kostum Fika menjadi semacam alat perlawanan tubuhnya sendiri untuk membalikkan tatapan para penatapnya sehingga posisi subjek dan objek menjadi tidak stabil. Menurut Fika, selubung adalah “kulit kedua” yang diciptakan dan dipilih manusia untuk mengidentifikasi diri mereka. “Kebutuhan manusia untuk menggunakan selubung mencerminkan pula bahwa tubuh adalah entitas yang tidak otonom dan independen. Karya Fika menampilkan pula bahwa kuasa di luar tubuh hadir melalui tatapan.”

Iabadiou Piko (lahir di Prabumulih, 1984) memperdalam urgensi kekaryaannya yang berkaitan dengan seni lukis abstrak pada residensi transit#3 ini. Kenyamanan menjadi pegangan utama saat Piko menggambar dan melukis abstrak, yang ia yakini dapat menampilkan komposisi-komposisi yang “harmonis”. Lukisan dan gambar Piko dikerjakan dengan beberapa perlakuan dan mencampurkan beragam material dan bahan, yang dalam beberapa hal berada di luar kewajaran. Dalam masa residensi ia mengolah material kertas untuk menjelajahi gagasan kesementaraan. Namun, penjelajahan itu pupus karena ia tidak terlalu mewadahi kekaryaannya seiring pula ketidaknyamanannya sendiri dalam menjelajahi material kertas. Pasca residensi Piko tetap meyakini bahwa gagasan “tanpa konsep” yang melatarbelakangi kekaryaannya selama ini masih relevan.

Kara Andarini (lahir di Jakarta, 1989) melanjutkan proyek petanya yang dimulai kira-kira sejak dua tahun lalu ketika Kara menyusun dan membentuk “peta-petanya” sendiri saat tersesat di belantara Jakarta. Di Bandung Kara banyak melalui perjalanan ke sudut-sudut kota ini dengan angkot. Kara merekamnya dengan menghimpun ratusan ruas garis berikut keterangan-keterangan nama tempat dan beberapa macam benda-benda yang mengaitkannya pada pengalaman-pengalaman tertentu dalam perjalanan-perjalanan itu. Proyek ini tidak lain adalah penjelajahan Kara atas medium gambar (drawing). Gambar, yang menekankan aspek kesetikaan dari tangan sang seniman, diamplifikasi urgensi penciptaannya secara fenomenologis oleh Kara. Bahwa gambar tidak hanya melulu lahir dari otoritas tangan sang senimannya sendiri. Gambar merupakan konsekuensi keberadaan seniman sebagai “objek di dalam ruang, atau ruang sebagai perluasan raga seniman sendiri.”

 

 

Untuk informasi lebih lanjut, mohon hubungi:

Adytria Negara

Program Manager

program@selasarsunaryo.com

+62 851-9500-4505

Selasar Sunaryo Art Space
Jl. Bukit Pakar Timur No. 100
Bandung, Jawa Barat 40198
Indonesia

(+62) 22 250 7939

selasarsunaryo@gmail.com

Buka setiap Selasa – Minggu
10.00 – 17.00 WIB

Tutup pada hari libur nasional.

Tetap terhubung dengan kami.

Daftarkan alamat e-mail Anda:

bottom of page